Resmi, Pekerja Film dan Iklan Berserikat di SINDIKASI

“SINDIKASI siap menjadi rumah bagi pekerja film dan iklan yang ingin berserikat. Nantinya, kita akan mendorong hubungan industrial yang lebih fair di sektor film dan iklan lewat perjanjian kerja bersama serta mekanisme formal lainnya,” ungkap Ketua Umum SINDIKASI Ikhsan Raharjo setelah kegiatan.

Resmi, Pekerja Film dan Iklan Berserikat di SINDIKASI
Ketua Umum SINDIKASI Ikhsan Raharjo menerima kotak petisi dari sutradara sekaligus penggagas petisi Ray Farandy Pakpahan didampingi sinematografer Anggi Frisca, aktris Hannah Al Rashid, publisis film Keren Tomasoa, dan Pengurus Divisi Gender-Inklusi Sosial Ratri Ninditya, Minggu (22/12).

Sebagai upaya serius meningkatkan posisi tawar dalam hubungan industrial, pekerja film dan iklan mendeklarasikan diri bergabung menjadi anggota Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

Deklarasi ini ditandai dengan penyerahan simbolis kotak berisi petisi dari sutradara sekaligus penggagas petisi Ray Farandy Pakpahan kepada Ketua Umum SINDIKASI Ikhsan Raharjo, di Dia.Lo.Gue, Minggu (22/12). Lebih dari 4000 orang menandatangani petisi online yang mendukung pekerja film dan iklan berserikat.

Deklarasi dilakukan seusai diskusi “Waktunya Pekerja Film dan Iklan Berserikat” yang diisi oleh aktris Hannah Al Rashid, sinematografer Anggi Frisca, dan Pengurus Divisi Gender-Inklusi Sosial Ratri Ninditya.

“SINDIKASI siap menjadi rumah bagi pekerja film dan iklan yang ingin berserikat. Nantinya, kita akan mendorong hubungan industrial yang lebih fair di sektor film dan iklan lewat perjanjian kerja bersama serta mekanisme formal lainnya,” ungkap Ketua Umum SINDIKASI Ikhsan Raharjo setelah kegiatan.

Menurut Ikhsan, hubungan industrial merupakan “kepingan puzzle yang hilang” dalam ekosistem film dan iklan yang memiliki lebih dari 92 ribu tenaga kerja di dalamnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022.

Ikhsan menambahkan SINDIKASI akan membentuk sebuah tim berisi perwakilan pekerja film dan iklan untuk merumuskan langkah-langkah strategis yang perlu diambil.

“Dengan berserikat, saya berharap kita bukan sedang dianggap menjadi lawan dari pengusaha. Tapi serikat ini justru bisa jadi mitra diskusi pengusaha, klien, stakeholders, dan investor film supaya ekosistemnya lebih baik,” jelas Ray.

Ia menekankan isu jam kerja panjang mesti menjadi prioritas yang harus didorong SINDIKASI bersama pekerja film dan iklan di dalamnya.

Langkah pekerja film dan iklan berserikat dengan SINDIKASI ternyata mendapat dukungan dari perwakilan asosiasi dan pekerja yang hadir.

Ketua Umum Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII) Ari Uno menceritakan upaya lembaganya mendorong keluarnya aturan tentang jam kerja melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Namun upaya itu belum berhasil terwujud karena pada saat itu belum ada serikat pekerja yang menjadi representasi dari pekerja film dan iklan.

“Saya rasa kita perlu bergandengan tangan, berjalan dan memikirkan bersama-sama secara holistik dari hulu sampai hilir. Kita pikirkan bukan hanya apa yang bisa kita dapat dan jam kerja tapi juga aspek kompetensi serta profesionalisme,” jelas dia.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Commercial Film Director (ICFD) Dimas Djajadiningrat meyakinkan bahwa langkah perbaikan kondisi kerja terutama terkait regulasi jam kerja akan mendapat dukungan dari asosiasinya.

Dimas juga menyoroti pentingnya standarisasi kompetensi dan masalah anggaran produksi iklan yang terus mengecil sehingga berimbas pada situasi kerja di lapangan.

Serikat pekerja juga dianggap penting untuk mendorong kepatuhan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta pembuatan kontrak yang lebih fair.

“Memang tidak ada yang melindungi kru di Indonesia. Makanya ketika SINDIKASI menyuarakan soal ini, saya sangat mendukung,” kata Ketua Komunitas Asisten Sutradara Iklan Indonesia Abet.

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Jl. Tebet Timur I D No.1, Tebet, Kota Jakarta Selatan