Pekerja Seni dan Budaya di Makassar Ternyata Rentan Praktik Flexploitation
Anggota Komite SINDIKASI Makassar, Rahma Amin mengungkapkan kondisi yang dialami pekerja di Makassar saat ini menunjukkan betapa mendesaknya para pekerja berserikat.
SINDIKASI, 20 Mei 2024 - Para pekerja media, industri kreatif, seni, dan budaya yang tergabung dalam Komite Persiapan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Makassar menggelar diskusi publik di Red Corner Cafe & Resto, Makassar, pada Sabtu, 18 Mei 2024.
Diskusi yang mengangkat tema “Simpul Pekerja Inklusi: Berbagi Cerita Bersama Pekerja” itu menghadirkan peserta dan pembicara dari berbagai latar belakang.
Moderator, yang juga bagian dari Komite Persiapan SINDIKASI Makassar, Titin menyebut bahwa pekerja media, pekerja kreatif, dan pekerja budaya saat ini rentan terhadap praktik flexploitation, kondisi di mana jam kerja tampak fleksibel tapi sebenarnya cenderung mengeksploitasi. Padahal, sektor-sektor ini memiliki peran yang cukup penting di perekonomian Indonesia.
“Dari banyak catatan, ekonomi kreatif cukup signifikan memberikan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), yaitu sebesar Rp1,28 triliun pada tahun 2022, yang kemudian menunjukan betapa pentinya ekonomi kreatif ini,” jelasnya.
Tapi sayangnya, kondisi pekerja kreatif justru menjadi yang paling rentan. Datanya, untuk pekerja kreatif saja, ada 17 juta orang yang tidak memiliki status kerja yang pasti.
“Namun 17 juta orang yang bekerja pada bidang ekonomi kreatif diketahui masih memiliki kerentanan dalam dunia kerja, spesifik kontrak kerja dan lain-lain,” terangnya.
Di sektor pekerja budaya pun menunjukkan hal serupa. Pegiat Seni dan Sastra, Zulkifli M mengatakan bahwa banyak pekerja seni dan kebudayaan di Makassar yang sulit memenuhi kebutuhan dasar, terutama yang sudah berkeluarga.
“Mereka bahkan tidak sanggup membeli susu untuk anak mereka,” ucapnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tak sedikit para seniman dan pekerja budaya di Makassar yang membuat kafe sebagai sumber mata pencaharian. Terutama para pekerja seni dan kebudayaan yang tidak bisa lagi beradaptasi dengan perkembangan zaman.
“Cara agar para seniman di Makassar tetap bertahan di tengah situasi kerja yang tidak pasti, mereka kemudian membuat perkumpulan, membuat kafe untuk dibuat tempat berkumpul agar tetap saling terhubung,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komite SINDIKASI Makassar, Rahma Amin mengungkapkan kondisi yang dialami pekerja saat ini menunjukkan betapa mendesaknya para pekerja berserikat.
“Karena dengan berserikat kita bisa menaikkan nilai tawar. Itu perlunya kita berserikat, dan itu juga alasan kenapa Komite Persiapan SINDIKASI hadir di Makassar,” ucapnya.