Laporan Tim Independen Pencari Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Anggota SINDIKASI

Laporan Tim Independen Pencari Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Anggota SINDIKASI

Sejak dibentuk pada 30 Juli 2020 oleh Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) SINDIKASI, Tim Independen Pencari Fakta (TIPF) telah melakukan sejumlah upaya untuk menemukan fakta-fakta terkait dugaan kekerasan seksual (dalam hal ini pemerkosaan) yang dilaporkan dilakukan oleh salah seorang anggota SINDIKASI, dan perlindungan yang diberikan oleh Ketua SINDIKASI terhadap terlapor.


TIPF mengarahkan pencarian fakta pada dua hal. Pertama, terhadap ‘laporan’ yang disampaikan korban melalui akun email SINDIKASI [email protected] tentang Mosi Tidak Percaya pada tanggal 21 Oktober 2018 dan melalui akun twitter @dianratti sepanjang Juli -Agustus tahun 2020 yang sebagian besar berisi kekecewaan Pelapor terhadap proses penanganan laporan yang disampaikan pada 21 Oktober 2018. Kedua, fakta-fakta yang terkait respons organsasi terhadap laporan tersebut, termasuk dugaan ketua organisasi melindungi terlapor.


Proses pencarian fakta dilakukan dengan menjunjung tinggi hak korban, menyadari hambatan-hambatan yang biasanya dihadapi oleh perempuan korban pemerkosaan untuk mengungkapkan peristiwa pemerkosaan yang dialaminya, namun dengan tetap menghargai asas praduga tidak bersalah.


Pencarian fakta dilakukan dengan mempelajari ‘laporan’ pelapor sebagaimana tersebut di atas, mempelajari seluruh dokumen organisasi SINDIKASI yang diterbitkan berkaitan dengan penanganan laporan ini, maupun dokumen-dokumen lain yang relevan, mewawancarai Tim Pencari Fakta Internal yang pernah dibentuk SINDIKASI pada Oktober 2018, Pengurus dan Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO), beberapa anggota dan sejumlah narasumber lainnya. TIPF juga melakukan konfirmasi kepada Terlapor.


Untuk mempertajam hasil temuan, TIPF juga meminta pandangan dan masukan sejumlah ahli yang juga pendamping perempuan korban kekerasan. Di antaranya praktisi hukum yang terlibat dalam TGPF Kerusuhan Mei 1998, psikolog klinis, peneliti/dokumentator kasus kekerasan seksual dalam situasi konflik bersenjata.


Dari pencarian fakta yang dilakukan, diperoleh sejumlah temuan sebagai berikut:


A. Terkait Dugaan Pemerkosaan

  1. Pelapor belum bersedia dikonfirmasi hingga proses pencarian fakta berakhir, meskipun semua upaya yang memungkinkan untuk itu sudah dilakukan TIPF, termasuk dalam hal ini menghubungi Pelapor lewat direct messagedan memberi waktu yang cukup bagi pelapor atau orang yang dipercayainya untuk memberikan konfirmasi/informasi lebih lanjut kepada TIPF. Pelapor juga tidak menggunakan kanal pengaduan yang telah disediakan atau menghubungi TIPF melalui nomor kontak ataupun akun email yang telah diberikan.
  2. Upaya TIPF menjangkau pelapor melalui narasumber (termasuk sosok yang dimaksud Pelapor dalam thread-nya), juga tidak membuahkan hasil. Tidak ada satu narasumber-pun yang pernah pernah bertemu atau mengenal pelapor. Meski ada narasumber yang menceritakan korban dari kasus kekerasan seksual yang berbeda yang diduga dilakukan terlapor, tapi narasumber tersebut tidak dapat memastikan korban yang dimaksud adalah pelapor, dan juga tidak bersedia dikonfirmasi lebih lanjut dengan alasan belum mendapatkan persetujuan korban.
  3. Ada dugaan keterlibatan salah satu dari personil yang memiliki akses terhadap password email SINDIKASI dalam upaya Pelapor mengirimkan laporan pemerkosaan melalui akun email SINDIKASI dengan subjek Mosi Tidak Percaya pada 21 Oktober 2018, namun disayangkan indikasi keterlibatan itu tidak diusut lebih lanjut, sehingga sosok korban tidak dapat diketahui hingga saat ini.
  4. Bagian terpenting dari proses pencarian fakta ini yaitu melakukan konfirmasi kepada korban selaku pemilik kebenaran atas peristiwa pemerkosaan yang dialami, tidak dapat dilakukan.Sementara konfirmasi dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan yang lebih utuhtentang pemerkosaan yang dialami (menemukan fakta-fakta) agar dapat digunakan untuk menyimpulkan tentang telah terjadinya peristiwa pemerkosaan dan menetapkan terduga pelaku, serta mengidentifikasi kebutuhan pemulihan korban.

B. Terkait Respon Organisasi

  1. Respons Pengurus Harian
    Berdasarkan keterangan Ketua nonaktif, tidak ada pengaduan resmi yang masuk kepada Pengurus Harian. Oleh karena TIPF tidak dapat melakukan komunikasi lanjutan dengan korban maupun akun @dianratti maka informasi dalam cuitan @dianratti memiliki bobot yang sama dengan keterangan Ellena yaitu tidak dapat diketahui kebenaran atau kesalahannya. Meski demikian dalam ciutannya pada tanggal 31 Juli 2019 Dian Ratti tidak melakukan bantahan terhadap klarifikasi Ellena yang memuat pula tuduhan Dian Ratti sebelumnya yaitu Ellena tidak memproses pengaduan mengenai kekerasan seksual. Tetapi TIPF berpendapat hal ini berkaitan dengan posisi dugaan perkosaan yang telah disampaikan di bagian sebelumnya yaitu kurangnya konfirmasi.
  2. Respon MPO
    Seketika setelah adanya surel dengan judul Mosi Tidak Percaya MPO membentuk tim pencari fakta internal dan bekerja selama 4 bulan pada periode Oktober 2018-Januari 2019. Setelah Tim Pencari Fakta Internal mengeluarkan temuannya, MPO mengeluarkan surat keputusan No. 01/MPO-II/SINDIKASI/2019 tentang sanksi terhadap Ellena Ekarahendy dan Nadi Tirta Pradesha pada 15 Februari 2019 yang kemudian disampaikan kepada grup WhatsApp SINDIKASI. Selain respons tersebut, MPO juga telah menyelenggarakan pelatihan terkait gender dengan narasumber Valentina Sinaga.
  3. Sementara itu, terkait aturan organisasi, ditemukan bahwa aturan organisasi SINDIKASI belum memasukkan kekerasan seksual sebagai alasan pemberhentian. Meski demikian dalam prakteknya SINDIKASI telah menggunakan pertimbangan adanya dugaan kekerasan seksual sebagai alasan menghentikan sementara anggota.

Dari sejumlah temuan kunci tersebut, dapat disimpulkan, bahwa:

  • Karena minimnya informasi tentang tindakan pemerkosaan yang disampaikan pelapor dan informasi yang minim itu juga tidak bisa dikonfirmasi baik kepada pelapor maupun sejumlah narasumber yang diwawancarai, maka belum cukup fakta untuk menyimpulkan ada tidaknya pemerkosaan. Pencarian fakta dalam kasus ini berakhir dengan temuan adanya laporan tentang telah terjadinya pemerkosaan yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut karena pelapor (korban) belum bersedia dikonfirmasi. Dengan demikian posisi pengungkapan kasus ini baru pada tataran adanya pelapor yang menyatakan mengalami pemerkosaan dan adanya terlapor yang dituduh melakukan tindakan pemerkosaan tersebut. Penyebutan status “pelapor” dan “terlapor” dalam kasus ini berlaku hingga kasus dibuka kembali ketika pelapor sudah siap untuk dikonfirmasi, baik secara langsung maupun melalui pendamping atau anggota keluarga.
  • Sikap Pelapor yang menutup diri dan tidak adanya pihak lain yang bisa mewakili pelapor (baik keluarga maupun pendamping) memberikan keterangan lebih lanjut tentang pemerkosaan yang dialami, menjadi hambatan tersendiri dalam proses pencarian fakta ini. Namun demikian disadari, sikap pelapor ini bisa disebabkan karena kekecewaan pada proses penanganan sebelumnya, belum terbangun kepercayaan kepada TIPF, atau hambatan internal dan eksternal lainnya yang menyebabkan pelapor memilih untuk belum bersedia membuka diri. Karenanya penting sekali untuk tetap membuka kasus ini kembali, ketika pelapor sudah siap untuk dikonfirmasi, baik secara langsung maupun melalui keluarga atau pendamping.
  • Tidak dilakukannya upaya untuk mengusut kemungkinan keterlibatan personel di tingkat internal SINDIKASI dalam penggunaan akun email SINDIKASI oleh Pelapor, menyebabkan kasus ini menjadi rumit. Jika kasus diusut segera setelah temuan Tim Internal Pencari Fakta tentang ketiadaan peretasan maka hal ini dapat menjadi titik terang untuk pengungkapan kasus pemerkosaan yang dilaporkan pelapor.
  • Aturan, mekanisme organisasi Sindikasi tidak mengantisipasi secara khusus adanya kekerasan seksual tetapi respon organisasi telah melampaui aturan dan mekanisme formal tersebut berupa pembentukan tim pencari fakta, penonaktifan terlapor, pelatihan dll.
  • Ketiadaan mekanisme organisasi tersebut membuat respon organ organisasi terlambat maupun tidak tepat seperti klarifikasi Ellena sebagai Pengurus Harian yang tidak diberikan sesaat setelah adanya tuduhan kepada Pengurus Harian ataupun keputusan MPO yang menyimpulkan “tidak terbukti” padahal yang lebih tepat adalah tidak dapat diklarifikasi.

Berdasarkan temuan dan kesimpulan di atas, TIPF merekomendasikan SINDIKASI untuk:

  1. Tetap membuka kembali kasus ini jika suatu saat pelapor bersedia membuka diri dan siapuntuk dikonfirmasi. Untuk ini SINDIKASI perlu membuka ruang sebesar-besarnya bagi pelapor melalui penyediaan kanal-kanal pengaduan yang disiapkan organisasi dan menyampaikannya kepada publik;
  2. Menempatkan laporan pelapor sebagai ‘alarm’ pentingnya menyediakan perangkat dan mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan seksual di SINDIKASI, untuk memastikan tidak terulangnya peristiwa kekerasan seksual dan tersedianya ruang yang aman dan nyamanbagi korban untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya;
  3. Mencabut sanksi non aktif yang pernah diberikan kepada Ellena terkait kasus laporan Dian Ratti, diluar adanya persoalan lain yang ditemukan MPO;
  4. Mencabut status non aktif yang dikenakan terhadap terlapor (Nadi Tirta Pradesha) sampai dibukanya kembali kasus ini atau adanya pelaporan oleh korban yang lain. Atau, menerapkan mekanisme lain (jika dimiliki), bagi Anggota SINDIKASI yang dilaporkan melakukan tindak kekerasan seksual dan tindakan kekerasan seksual tersebut belum bisa dikonfirmasi;
  5. Mendokumentasikan seluruh proses penanganan kasus ini, baik yang dilakukan pada tahun 2018-2019 ataupun pada tahun 2020 hingga saat ini, agar dapat digunakan sebagai rujukan jika suatu saat pelapor siap untuk dikonfirmasi, dan kasus ini harus dibuka kembali;
  6. Melengkapi perangkat organisasi dengan Kode Etik yang mengatur etika perilaku Anggota, dan mengintegrasikan nilai anti kekerasan pada AD dan ART, guna mencegah berulangnya tindak kekerasan terutama kekerasan seksual oleh Anggota SINDIKASI;
  7. Melanjutkan upaya-upaya pembenahan organisasi yang telah dilakukan pasca pelaporan dugaan pemerkosaan ini, termasuk melengkapi mekanisme dan perangkat organisasi terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual;
  8. Mengintegrasikan jaminan perlindungan atas kerahasiaan dan perlindungan dari tindakan balas dendam pelaku kepada Anggota yang melaporkan kasus kasus kekerasan seksual, dalam SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di SINDIKASI yang saat sedang dirancang.

 

Jakarta, 8 Februari 2021

TIM INDEPENDEN PENCARI FAKTA (TIPF)
DUGAAN KASUS PEMERKOSAAN OLEH ANGGOTA SINDIKASI

 

ASFINAWATI

NENDEN S. ARUM
AZRIANA

ULI PANGARIBUAN 

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Samali Ujung No. 20 B, RT.4/RW.9 Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan