SINDIKASI dan Koalisi Buruh Sawit Bahas Situasi Ketenagakerjaan di Industri Sawit

Selain memaparkan kondisi buruh sawit, KBS juga meminta masukan dari SINDIKASI terkait kampanye pelindungan buruh sawit Indonesia. Mereka menilai SINDIKASI selama ini memiliki kapasitas dalam menjalankan kampanye perburuhan khususnya untuk sektor media dan industri kreatif.

SINDIKASI dan Koalisi Buruh Sawit Bahas Situasi Ketenagakerjaan di Industri Sawit
Koalisi Buruh Sawit mengunjungi Sekretariat SINDIKASI, Rabu 14 Agustus 2024.

Risiko tinggi yang dihadapi buruh sawit kerap kali diabaikan oleh perusahaan dan negara. Padahal, buruh sawit Indonesia masih diharuskan menggunakan bahan kimia berbahaya Paraquat, yang sudah dilarang di banyak negara maju, saat merawat tanaman sawit. Di samping itu, pengelola perkebunan sawit terbiasa melepas ular sebagai predator alami untuk memburu hama tikus perusak buah sawit. 

Hal itu mengemuka dalam kunjungan Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) Ismet Inoni dan Sekretaris KBS Mohammad Setiawan ke Sekretariat SINDIKASI pada Rabu, 14 Agustus 2024.

KBS merupakan koalisi empat belas serikat buruh dari berbagai tingkat dan delapan lembaga swadaya masyarakat seperti TURC, Sawit Watch, Elsam, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), serta lembaga-lembaga di tingkat lokal. Saat ini KBS beranggotakan puluhan ribu buruh sawit dengan berbagai status hubungan kerja di Sumatera dan Kalimantan.

Menurut Ismet, dalam isu hubungan kerja, perusahaan terbiasa mengakali aturan mengenai batasan waktu perekrutan buruh harian lepas supaya tidak kena kewajiban mengangkat menjadi pekerja tetap. Kondisi ini membuat buruh di perkebunan sawit banyak yang terus menjadi buruh harian lepas bertahun-tahun.

"Kondisi paling rentan dialami perempuan yang sering menjadi buruh harian lepas," ungkap Ismet.

Sementara itu, Setiawan menilai posisi tawar buruh sawit relatif lemah dalam pengorganisasian meskipun jumlah buruhnya mencapai 20 juta orang. Di beberapa kebun sawit yang tak memiliki serikat buruh, mereka tidak mampu melakukan perundingan perjanjian kerja bersama (PKB) yang mengakibatkan kondisi kerjanya lebih buruk dibanding perkebunan dengan serikat buruh.

Wawan mencontohkan serikat buruh di salah satu perkebunan sawit berhasil menegosiasikan tunjangan listrik sebesar Rp 90 ribu dari total kebutuhan Rp 150 ribu. Sementara di kebun tanpa serikat buruh, para buruhnya hanya mendapat tunjangan listrik sebesar Rp 20 ribu.

Untuk mengatasi tantangan di atas, KBS telah menyusun naskah akademik dan RUU pelindungan buruh kelapa sawit bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Konsep itu sudah pernah disampaikan kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan dan mereka berencana membawanya ke DPR periode baru.

KBS menilai paket undang-undang perburuhan termasuk UU Ketenagakerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh tidak cukup melindungi buruh sawit. Oleh karena itu, KBS memandang perlu adanya aturan sendiri untuk melindungi buruh sawit. 

Ismet meminta masukan dari SINDIKASI terkait kampanye pelindungan buruh sawit Indonesia. Mereka menilai SINDIKASI selama ini memiliki kapasitas dalam menjalankan kampanye perburuhan khususnya untuk sektor media dan industri kreatif.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum SINDIKASI Ikhsan Raharjo memberikan apresiasi dan dukungan terhadap langkah advokasi pelindungan buruh sawit yang dilakukan KBS.

"Langkah KBS membuat naskah akademik dan RUU Pelindungan Buruh Sawit sangat berharga untuk kami pelajari dalam melindungi pekerja lepas di sektor media dan industri kreatif."

Senada dengan Ikhsan, Pengurus Divisi Advokasi Ambrosius Emilio Sutikno juga memuji langkah KBS menyusun sendiri naskah akademik dan RUU Pelindungan Buruh Sawit. Pasalnya, paket regulasi perburuhan saat ini masih bias terhadap sektor manufaktur.

"Menurut saya, penting bagi serikat buruh untuk merumuskan sendiri agenda perjuangan dan mengumpulkan pengetahuannya seperti yang dilakukan KBS. Dengan begitu, serikat buruh tidak lagi menelan mentah-mentah kebijakan negara yang merugikan kelas pekerja dan mampu mengajukan konsep tandingan."

Sementara itu, Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi SINDIKASI Setyo A Saputro memberikan masukan mengenai pentingnya KBS membuat strategi kampanye yang menyeluruh untuk bisa mengangkat isu buruh sawit. Dia menyarankan KBS menjalin hubungan yang baik dengan media massa, memanfaatkan keberadaan media alternatif yang berperspektif kritis, dan melakukan pelatihan kampanye untuk serikat buruh anggotanya.

Di sisi lain, Pengurus Divisi Gender dan Inklusi Sosial Steven Handoko menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual yang dihadapi buruh sawit akibat terpencilnya tempat kerja dan tinggal mereka. Berdasarkan pantauan KBS, kekerasan seksual di perkebunan sawit kerap dialami oleh buruh sawit perempuan dan bahkan oleh anak-anak buruh yang sedang dalam tempat pengasuhan anak (day care).

"Saya mengapresiasi kesadaran terhadap isu anti kekerasan seksual di kalangan buruh sawit setelah dilakukan pelatihan-pelatihan oleh KBS. Ke depan, penting bagi KBS untuk terus mendorong terbentuknya Satgas Anti Kekerasan Seksual yang juga perlu diberi tugas untuk melakukan penanganan kasus."

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Jl. Tebet Timur I D No.1, Tebet, Kota Jakarta Selatan