Sekarang Kita Cerita Tentang Work From Home Hari Ini

Sekarang Kita Cerita Tentang Work From Home Hari Ini
Image by M. Thezar Prasetya Antari

Oleh Rinaldi Fitra Riandi

Tahun 2020 ini, Debbie, bukan nama sebenarnya, sudah bekerja dari rumah hampir 6 bulan. Sejak bulan Maret, majikan dari agensi kreatif dan digital marketing tempat Debbie bekerja meminta para pekerja lainnya untuk bekerja dari rumah guna menghindari penularan virus Covid-19. Beriringan dengan itu, Provinsi DKI Jakarta pun memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ia cukup beruntung, satu hari sebelum PSBB diberlakukan, bisa pulang ke kampung halamannya di provinsi Jawa Barat.

Agensi kreatif dan digital marketing tempatnya bekerja bisa dibilang cukup bonafit. Berbagai brand ternama pernah menggunakan agensinya untuk membuat poster advetorial digital. Ia juga bercerita, saat setahun lalu mendapat informasi pekerjaan dari Twitter, dirinya harus bersaing dengan 160 pelamar kerja untuk menempati posisi desainer grafis.

“Pas malemnya ditelpon sama pihak kantor. Katanya, “selamat kamu diterima kerja di sini.” Setelah itu saya bikin syukuran kecil-kecilan sama keluarga,” cerita Debbie saat mengawali percakapan dengan saya via telepon seluler pada 18 September 2020.

Awal bekerja di agensi yang berada di wilayah Jakarta Selatan tersebut, Debbie melalui masa percobaan selama tiga bulan terhitung sejak Oktober 2019. Setelah itu, ia diangkat menjadi pekerja tetap dan mendapat upah sekitar Rp 6.000.000 per bulan. Untuk orang seumuran Debbie upah  tersebutcukup besar, selain memenuhi kebutuhan sendiri, sisanya dapat ia kirim kepada orang tuanya di kampung halaman.

Namun saat Covid-19 melanda, kondisinya 180 derajat berubah. Majikan memotong setengah dari upahnya menjadi Rp 3.000.000. Pemotongan upah tersebut rupanya berdampak pada susutnya nilai tunjangan hari raya (THR). Tahun ini, Debbie mendapat Rp 1.500.000 berdasarkan hitungan 25% upah yang dipotong. Debbie juga masih harus membayar uang indekos yang letaknya di daerah Tangerang meski jarang ditempati karena harus bekerja dari rumah. Pemilik kos sempat memotong harga dari Rp 450.000 menjadi Rp 150.000. Namun sekarang harganya sudah kembali normal.

Tak hanya itu, reimburse atau dana talangan seperti biaya pemeriksaan gigi, asuransi, dan lain-lain belum kunjung cair hingga saat artikel ini ditulis. Majikan Debbie berdalih pemotongan upah dilakukan akibat Covid-19 yang merontokkan segala aktivitas perekonomian domestik maupun internasional. “Padahal sebelum covid ini, sudah ada dua klien yang masuk. Nilainya sekitar 1,5 milliar untuk bikin tiga iklan digital yang nanti dua kali tayang di Youtube dan Twitter,” ungkap Debbie.

Ia sempat merasa kesal pada majikannya ketika salah seorang teman kantornya menanyakan kejelasan nasib upah yang dipotong. Dengan nada cukup keras majikan Debbie membentak temannya. “Lu kalau kerja yang ikhlas dong! Syukur-syukur lu masih kerja kagak di-PHK, masih dapet upah setengah. Eh ini mah pengen aja dibayar penuh,” ujar Debbie menceritakan ulang peristiwa tersebut.

Work From Home : Jam Kerja Lebih Panjang

Meski Debbie mengakui bahwa bahwa bekerja dari rumah dapat mengobati kerinduan kepada orang tua, dan tentunya bisa lebih hema, namun banyak tantangannya. Salah satunya adalah waktu kerja yang seperti menjadi 24 jam. Majikan Debbie menganggap pekerja yang bekerja dari rumah tidak banyak melakukan aktivitas lain. Singkatnya, pekerja menjadi dituntut untuk lebih produktif.

“Masak waktu itu lagi momen hari raya Idul Adha disuruh ngerjain infografis. ‘Kan aku teh makan ketupat sama kumpul keluarga atuh,” keluh Debbie. Lebih parahnya, Ia juga pernah diperintahkan untuk mengikuti pertemuan pada pukul 23.00.

Debbie juga sempat membandingkan jam kerja saat bekerja di rumah dan di kantor. Menurutnya, beban bekerja di kantor tidak seberat bekerja dari rumah. Pada saat bekerja di kantor sebelum pandemi, ia pergi dari kontrakan indekosnya pukul sepuluh pagi dan pulang sekitar pukul tujuh malam. Bila ada lembur pun, ia akan membawa pulang pekerjaan itu dan mengerjakannya sesudah istirahat dan makan malam. “Kalo WFH begini teh jadi susah me time-nya, kerja aja terus mentang-mentang di rumah,” tambah Debbie.

Selain waktu dan tenaga cukup terkuras, biaya membeli kuota internet pun membengkak. Biasanya Debbie membeli kuota sebesar 10 Gigabyte (GB) yang pemakaiannya bisa habis dalam satu bulan. Sedangkan saat ini, ia harus membeli kuota 32 Gigabyte (GB) dan pemakaiannya cepat habis dalam waktu dua atau tiga minggu. Pemakaian internet cukup boros karena ia harus mengunduh gambar untuk mencari referensi pembuatan dan pertemuan daring yang dilakukan secara rutin.

Berhemat dan Bekerja Sampingan

Majikan dari agensi tempat Debbie bekerja sendiri belum memberi kepastian tentang kapan pembayaran upah yang dipotong selama empat bulan (Maret-Juni) dan tunjangan hari raya akan dibayarkan. Kendati pada Juli dan Agustus upah yang dibayarkan kembali normal, ia tetap harus berhemat menyiasati kondisi buruk yang mungkin terjadi di masa depan.

“Aku sudah jarang jajan sama belanja-belanja gitulah. Ditahan dulu untuk saat ini mah, uangnya mending ditabung buat bayar listrik rumah sama dikit-dikit bantu orang tua,” ujar Debbie.

Bekerja sampingan menjadi freelance sekarang dilakukan oleh Debbie, ia mencari klien sendiri melalui media sosial dan akun pencari kerja miliknya. Meski awalnya sangat sulit mendapat klien. Perlahan tapi pasti, akhirnya ia mendapat beberapa klien. “Mau gak mau sih cari freelance-an begini, tapi ada semua kebutuhan harus dipenuhi, gimana?” tanya  Debbie.

Saat upahnya dipotong, Debbie juga bercerita pada sang ibu. Ibunya hanya berkomentar pendek. “Sabar aja, nak. Mau gimana lagi kondisinya kaya gini. Yang penting sekarang kamu di rumah gak kejebak di sana (Jakarta) sendirian,” ujar Debbie menceritakan komentar ibunya. Bisa berinteraksi setiap saat di rumah inilah yang bisa menghibur dan membuat  Debbie nyaman bekerja dari rumah daripada di kantor, meninggalkan gemerlap dan hingar bingar Jakarta.

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Samali Ujung No. 20 B, RT.4/RW.9 Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan