Pernyataan Sikap Hari Buruh Internasional 2025

Pernyataan Sikap Hari Buruh Internasional 2025
Photo by Markus Spiske / Unsplash

SINDIKASI: Masa Depan Dunia Kerja Harus Lebih Inklusif bagi Pekerja Lepas

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) menyoroti rezim kerja fleksibel yang menjadi realita masa depan pekerja lepas pada peringatan Hari Buruh Internasional 2025. Situasi ini harus direspons negara dengan menghadirkan perlindungan maksimal bagi pekerja lepas dari kerentanan yang mereka hadapi sehari-hari. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 88 juta orang bekerja di sektor informal pada 2024. Jumlah ini melonjak dari 77 juta pada 2021. Ini mencakup pekerja lepas (freelancer) dan mandiri. 

Lonjakan ini bukan tanpa sebab. Kondisi ini terjadi karena banyak pabrik dan industri tutup sebelum waktunya. Situasi ini kerap dikenal dengan deindustrialisasi. Kondisinya semakin parah setelah sistem kerja fleksibel dilegalkan lewat Undang-Undang Cipta Kerja. Pemerintah mendorong investasi, tapi perlindungan untuk pekerja justru makin lemah.

Ketua Umum SINDIKASI, Ikhsan Raharjo, menyatakan bahwa sektor media dan industri kreatif merupakan contoh nyata dari dampak sistem kerja fleksibel. Di sektor ini, pekerja lepas menjadi bentuk kerja yang paling umum, tetapi mereka masih bekerja tanpa jaminan, perlindungan, bahkan sering kali tanpa pengakuan yang layak.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan kluster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja seharusnya menjadi titik balik. Namun hingga kini, belum ada arah jelas dari pemerintah dan DPR dalam menyusun undang-undang baru yang benar-benar berpihak pada semua bentuk pekerja, termasuk pekerja lepas yang selama ini diabaikan oleh sistem hukum ketenagakerjaan.

SINDIKASI menegaskan pentingnya pengakuan eksplisit terhadap hubungan kerja non-standar dalam undang-undang baru. Setiap pekerjaan yang dibayar setara atau lebih dari upah minimum harus diwajibkan memiliki perjanjian kerja tertulis. Saat ini, kontrak tertulis hanya bersifat opsional, padahal ia adalah fondasi utama untuk menghadirkan keadilan bagi pekerja lepas.

Divisi Advokasi SINDIKASI, Mia Rosmiati, menekankan bahwa tanpa kontrak kerja tertulis, kerentanan pekerja lepas akan terus dilegalkan. Lebih dari itu, negara juga harus mengakui dan menindak praktik pencurian upah yang marak menimpa para pekerja lepas—mulai dari keterlambatan pembayaran tanpa kompensasi, pemotongan sepihak, hingga tidak dibayarnya upah sama sekali.

“Pencurian upah adalah bentuk kekerasan ekonomi yang terus diremehkan. Padahal, ini adalah penghinaan langsung terhadap martabat pekerja,” ujar Mia.

Selain pengakuan hukum dan perlindungan upah, akses terhadap jaminan sosial juga masih menjadi titik lemah perlindungan pekerja lepas. Pemerintah harus memberikan subsidi iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk kelompok pekerja rentan agar mereka tetap mendapat perlindungan. Pekerja lepas juga perlu akses terhadap jaminan pensiun serta kemudahan dalam mengklaim Jaminan Kecelakaan Kerja, termasuk risiko psikososial yang sangat relevan dalam kerja-kerja kreatif.

SINDIKASI juga menyoroti ancaman baru yang semakin jelas, yaitu penggunaan kecerdasan buatan (AI) di industri media dan kreatif tanpa aturan yang ketat. Ikhsan menekankan bahwa teknologi tidak boleh dijadikan alasan untuk menggantikan atau mengeksploitasi kerja manusia.

“Kebijakan penggunaan AI harus melibatkan pekerja. Harus melindungi hak cipta, identitas, dan karya kreatif dari eksploitasi algoritma,” ujar Ikhsan.

Bagi SINDIKASI, pekerja lepas bukan sekadar data dalam laporan ketenagakerjaan. Mereka adalah pencipta nilai, penghasil ide, dan pendukung utama jalannya industri. Karena itu, suara mereka perlu didengar dan dilibatkan dalam penyusunan sistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan.

Pada peringatan Hari Buruh Internasional 2025 ini, SINDIKASI menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan kepentingan pekerja media dan kreatif terutama pekerja lepas dalam setiap upaya advokasi dan pembentukan kebijakan publik. 

“Kami tidak akan tinggal diam saat ketidakadilan dianggap hal biasa. Kami akan terus memperjuangkan agar suara pekerja lepas didengar, diakui, dan dilindungi oleh hukum,” kata Ikhsan. 

Tentang SINDIKASI

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) merupakan organisasi kolektif yang diinisiasi oleh pekerja untuk mengatasi berbagai tantangan ketenagakerjaan. SINDIKASI menaungi pekerja dari beragam profesi dan lintas perusahaan di sektor media & industri kreatif dan resmi tercatat sebagai serikat pekerja di Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Utara dengan nomor pencatatan: 2279/III/SP/XII/2017.

Sejak didirikan tahun 2017, SINDIKASI telah mengadakan berbagai kelas pendidikan, forum diskusi, pertemuan rutin, penyebaran informasi, serta pendampingan dan advokasi masalah ketenagakerjaan. Selain di tingkat nasional, SINDIKASI saat ini telah memiliki struktur di 3 (tiga) wilayah yakni: Jabodetabek, Jogja, dan Jawa Timur, serta komite persiapan di Bandung Raya dan Makassar. SINDIKASI juga mendukung pendirian biro pekerja yaitu Serikat Pekerja Dewan Kesenian Jakarta (SP DKJ) pada 2021 dan Serikat Pekerja Antikorupsi (SPASI) pada 2025.

Untuk pertanyaan dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Pusat Informasi SINDIKASI +62 811-1662-708

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Jl. Tebet Timur I D No.1, Tebet, Kota Jakarta Selatan