Pemberangusan Karya Seni Larang Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
SINDIKASI, 21 Februari 2025– Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) mengecam keras tindakan pemberangusan karya seni yang kembali terjadi di Indonesia. Pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat ini mencederai nilai-nilai demokrasi, hak ekonomi pekerja budaya, dan menjadi ancaman serius bagi ruang kebudayaan dan kreativitas.
Kamis lalu (20/2), video permintaan maaf grup musik punk Sukatani kepada polisi meramaikan sosial media. Grup musik Sukatani menarik lagi berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’ dari semua platform pemutar musik. Lagu tersebut berisi kritik terhadap korupsi dan pungutan liar di institusi kepolisian. SINDIKASI menilai pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat ini juga mengancam hak atas ekonomi, sosial, dan politik.
Penghentian terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi juga terjadi pada 15-16 Februari 2025 lalu, pementasan kelompok Teater Payung Hitam yang berjudul “Wawancara dengan Mulyono” batal digelar setelah menghadapi berbagai hambatan. Mulai dari pencopotan baliho hingga penggembokan pintu ruang pertunjukan oleh pihak kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI).
Tidak hanya itu, Galeri Nasional Indonesia juga membatalkan pameran tunggal perupa senior Yogyakarta, Yos Suprapto, bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis malam, 19 Desember 2024. Pintu kaca digembok dan lampu dimatikan, meskipun banyak pengunjung telah hadir untuk menyaksikan karya yang seharusnya dipamerkan hingga 19 Januari 2025.
“Tindakan represif ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi masih terancam di Indonesia. Padahal, seni adalah medium penting untuk menyampaikan kritik sosial dan membuka ruang dialog publik. Pemberangusan ini tidak hanya melukai para seniman tetapi juga membatasi akses masyarakat terhadap ekspresi dan gagasan kritis,” tegas Guruh Riyanto, Koordinator Advokasi Kebijakan Nasional SINDIKASI.
Selain itu, penyempitan ruang berkesenian mengancam ruang ekonomi para pekerja budaya. Pencabutan dari platform-platform pemutar musik dan pembatasan pameran berarti penurunan jumlah pemasukan dan peluang pendapatan. Alih-alih memberikan dukungan pada para pekerja budaya, pemerintah di sini malah mempersempit ruang para pekerja budaya untuk menghidupi diri dan keluarga.
Oleh karena itu, SINDIKASI mendesak pihak-pihak terkait untuk menghormati hak-hak kebebasan berekspresi dan memastikan tidak ada lagi bentuk-bentuk pemberangusan karya seni di Indonesia. SINDIKASI mendesak pemerintah menghentikan intimidasi seperti yang patut diduga terjadi pada grup band Sukatani, kelompok Teater Payung Hitam, dan perupa Yos Suprapto. Ruang-ruang pertunjukan dan platform harus memiliki independensi dari ancaman-ancaman pemberangusan. Pihak yang melakukan intimidasi juga wajib diusut secara hukum. Selain itu, SINDIKASI juga meminta pemerintah dan institusi kebudayaan untuk membuka ruang dialog dan memberikan jaminan perlindungan bagi seniman dan pekerja kreatif dalam menyuarakan ide-ide mereka secara bebas dan bertanggung jawab. Terakhir, SINDIKASI menyerukan pada segenap gerakan masyarakat sipil untuk terus menjaga ruang demokrasi dan bersolidaritas menentang intimidasi dan represi-represi pada para pekerja budaya.