Pelihara Penghidupan, Hapus Cara-Cara Usang
May Day 2020
Saat ini kita menyaksikan dunia yang hampir terhenti. Berhentinya dunia bukan karena COVID-19. Corona memang virus yang harus kita hadapi saat ini, namun kapitalisme adalah pandemi sebenarnya yang sudah lama harus kita hentikan. Virus corona menjadi kaca pembesar yang mempertontonkan dengan lebih jelas betapa rapuhnya sistem yang mengkonsentrasikan akumulasi kapital hanya pada sekelompok kecil orang.
Pandemi COVID-19 yang menghantam kita telah menunjukkan bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi-politik yang gagal karena selalu berujung pada krisis. Selama ini kapitalisme “bertahan” hanya dengan menjawab satu krisis dengan krisis yang baru. Kurang ajarnya, dalam proses bertahannya tersebut, kelas pekerja, perempuan, masyarakat adat, petani, nelayan, dan seluruh kelompok rentan lainnya dikorbankan untuk bisa menomboki para konglomerat.
Apa yang kita saksikan sekarang bukanlah sebuah kebaruan. Ini bukan normalitas baru. Yang kita sedang saksikan sekarang adalah cara-cara usang untuk mempertahankan penimbunan kapital: negara hanya jadi perangkat untuk menyelamatkan para konglomerat, sementara pekerja dikorbankan di garis depan agar dunia bisa tetap berjalan. Para pekerja kesehatan, kasir swalayan, supir logistik, buruh angkut dan transportasi, dan berbagai pekerja esensial lainnya diharuskan memilih antara dua hal. Mati kelaparan karena tidak bekerja atau mati oleh virus karena tidak bisa di rumah.
Masa-masa ini seharusnya membuat kita lebih keras mempertanyakan: jika benar pengusaha adalah pencipta kekayaan bagi masyarakat, kenapa mereka tidak menggunakan tangan ajaib tak kasat matanya (the invisible hands) untuk menghasilkan kekayaan dengan segera demi menyelamatkan dunia dari ancaman resesi global?
Terbukti memang hanya pekerja yang memungkinkan dunia tetap berjalan. Ketika pekerja berhenti, dunia berhenti. Di berbagai titik di Indonesia serta dunia, kelas pekerjalah yang bahu-membahu mendorong penghidupan satu sama lainnya. Sementara, di masa krisis ini, apa yang sudah dikerjakan konglomerat selain menyisihkan sejumput kekayaannya? Yang mereka lakukan hanya upaya menyelamatkan dirinya sendiri, sementara maut terus mencekik leher tiap-tiap pekerja yang merana karena corona.
Sementara itu, krisis akibat COVID-19 juga memperlihatkan wajah sesungguhnya dari negara. Mereka beroperasi bukan untuk menjalankan pemerintahan bagi rakyat, melainkan menjadi pelayan bagi para konglomerat. Kapitalisme negara yang memelihara delusi trickle down economy terus memerah para pekerja, sambil terus memberi keringanan bagi para konglomerat dan pengusaha.
Para konglomerat bukan hanya memerah tenaga, pikiran, dan waktu kerja kita sebagai pekerja. Lewat Omnibus Law, mereka juga merampas seluruh sumber penghidupan hingga ke ruang hidup dan sumber daya alam. Omnibus Law adalah blueprint rencana penjarahan besar-besaran di seluruh Indonesia Raya. Negara mempromosikannya!
Ketika warga membutuhkan jaminan penghidupan selama krisis COVID-19, negara justru menghadirkan Perppu No. 01/2020 yang hanya memikirkan si kaya. Padahal, warga semestinya bisa terlindungi jika negara patuh pada UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Akan tetapi, negara dengan mudah mem-bailout bank dan perusahaan serta memberi kelonggaran bagi si kaya, sementara menutup mata dan telinga dari para pekerja yang jelas lebih butuh bantuan segera.
Ketika warga tersengal-sengal mencari ruang napas karena kesehatan dan pemasukannya terancam pandemi, negara malah mendorong pembahasan Omnibus Law CILAKA. Dengan segala tipu muslihat pesan terhadap publiknya soal Omnibus Law CILAKA, negara merekayasa janji-janji penciptaan lapangan kerja lewat deregulasi demi kenyamanan investor. Sementara data membuktikan bahwa sejak 2013, investasi di Indonesia terus meningkat sementara penyerapan tenaga kerja terus menurun. Investasi demi lapangan kerja adalah omong kosong yang tidak lagi boleh kita percaya.
Para konglomerat bukan hanya memerah tenaga, pikiran, dan waktu kerja kita sebagai pekerja. Lewat Omnibus Law, mereka juga merampas seluruh sumber penghidupan hingga ke ruang hidup dan sumber daya alam. Omnibus Law adalah blueprint rencana penjarahan besar-besaran di seluruh Indonesia Raya. Negara mempromosikannya!
Sementara, para pekerja dihadapkan pada penundaan bahkan pemotongan upah, dirumahkan tanpa gaji, diputus hubungan kerjanya secara sepihak, atau dipaksa bekerja tanpa perlindungan dan rentan kehilangan nyawa selama pandemi COVID-19. Setiap ketidakpastian kerja yang kita hadapi selama pandemi layaknya sebuah simulasi jika Omnibus Law CILAKA berhasil disahkan. Warga negara Indonesia benar-benar tak pernah dianggap lebih dari sekadar angka. Kita tidak pernah dilihat sebagai manusia.
Karenanya, kelas pekerja menolak mengamini kondisi hari ini sebagai norma baru. The new normal isn’t coming yet. Hari ini, di Hari Buruh Sedunia, kelas pekerja harus bisa memperkuat solidaritas antarpekerja. Rakyat harus saling bantu rakyat. Negara tidak pernah hadir, kecuali sebagai perpanjangan tangan oligarki. Hari ini, di Hari Buruh Sedunia, kelas pekerja harus kembali percaya diri atas kekuatan kolektif. Gerakan buruh berhasil mendorong jam kerja 8 jam, mewajibkan tunjangan hari raya, menjadikan 1 Mei sebagai hari libur nasional, serta merajut bersama berbagai bentuk jaring pengaman untuk kembali memanusiakan pekerja.
Walau tersengal-sengal akibat pandemi, kekuatan kelas pekerja tidak boleh luntur. Kita saling bertukar energi dan sumber daya. Menjaga penghidupan bersama-sama. Imajinasikan sebuah dunia baru yang akan kita rebut begitu semua ini berakhir dan kita mulai kembali dari awal. Sebuah dunia baru di mana manusia dan ekologi hidup berkeseimbangan; pendidikan, kesehatan, dan seluruh hak dasar terpenuhi merata tanpa pengecualian; dan solidaritas sesama manusia menjadi prinsip hidup yang utama. Sebuah dunia baru tanpa penindasan!
Hari ini, Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2020, desak negara untuk #AtasiVirusCabutOmnibus:
- Batalkan SELURUH Omnibus Law. Hentikan rencana penjarahan se-Indonesia Raya lewat deregulasi ini.
- Prioritaskan keselamatan dan kesehatan para pekerja esensial, seperti pekerja kesehatan, logistik, angkutan dan transportasi, pekerja swalayan dan pasar tradisional, petani, serta nelayan.
- Pangkas gaji para pejabat negara dan redistribusikan balik kepada rakyat.
- Optimalkan bantuan sosial yang tepat sasaran, tidak lagi dipenuhi gimmick dan pencitraan, apalagi sarat nepotisme khas OrBa.
- Penuhi hak-hak setiap pekerja agar tak lagi dicekik ancaman pemotongan gaji, dirumahkan tanpa upah, apalagi PHK sepihak semasa pandemi COVID-19. Berikan perhatian lebih pada pekerja perempuan, difabel, pekerja rumah tangga, pekerja migran, serta para pekerja informal yang seringkali luput dari skema perlindungan.
Hari ini, Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2020, perkuatlah solidaritas kita. Saling bantu sesama. Lintas sektor, lintas batas-batas geografis. Sudah krisis, saatnya berserikat!