Pekerja Kurang Istirahat dan Tak Punya Kejelasan Karir di Masa Depan

Pekerja Kurang Istirahat dan Tak Punya Kejelasan Karir di Masa Depan

Pada akhir April tahun 2018, Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker №5/2018 yang memuat Faktor Psikologi sebagai salah satu indikator Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dalam Permenaker tersebut, Faktor Psikologi adalah faktor yang mempengaruhi aktivitas tenaga kerja, disebabkan oleh hubungan antar personal di tempat kerja, peran dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Sebelumnya, pada Work-Life Balance (WLB) Festival 2018 di bulan Februari, SINDIKASI turut mengadvokasi masalah kesehatan mental pekerja yang akhirnya tertuang dalam Permenaker di atas. Demi menindaklanjutinya, SINDIKASI kembali menyelenggarakan WLB Festival pada tanggal 9 Februari 2019. Dua tujuan besar dari penyelenggaraan WLB Festival ialah ​pertama, dalam rangka memperingati Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional; ​kedua, menindaklanjuti hasil advokasi SINDIKASI mengenai masalah kesehatan mental pekerja yang kemudian tertuang dalam Permenaker №5/2018.

Sebagai bagian dari WLB Festival 2019, Divisi Riset dan Edukasi SINDIKASI melakukan survei terhadap 100 anggota SINDIKASI yang bekerja di industri media dan kreatif. Survei dilakukan sejak tanggal 15–25 Januari 2019; disebarkan dan diisi secara ​online dan data responden bersifat ​confidential.

Dengan menggunakan instrumen ​”Survei Faktor Psikologi Kerja” ​yang terdapat pada ​Permenaker №5/2018​, survei ditujukan untuk mengetahui pola hubungan antara kondisi kerja dan kesehatan mental pekerja. Selain itu, dalam survei juga dicantumkan beberapa pertanyaan tambahan terkait latar belakang pekerjaan responden serta pertanyaan seputar Permenaker №5/2018.

Pekerja Kurang Istirahat

Dari keenam kategori yang ada dalam “​Survei Faktor Psikologi Kerja”​, terlihat bahwa ​Beban Kerja Kuantitatif menjadi kategori kondisi kerja yang paling banyak menimbulkan sress BERAT bagi responden. Sebanyak​40%​responden menyatakan bahwa ​Beban Kerja Kuantitatif ​menjadi kategori kondisi kerja yang paling banyak menimbulkan ​stress BERAT, disusul dengan ​Beban Kerja Kualitatif (33%) dan Perkembangan Karir (32%).

Adapun kondisi kerja pada kategori ​Beban Kerja Kuantitatif yang paling banyak menimbulkan stress bagi para responden, secara spesifik terdapat pada pertanyaan nomor 27 ​mengenai kurangnya waktu untuk melakukan istirahat secara teratur. Dalam hal ini, para responden mengisi pertanyaan tersebut dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,94 (skala 1–7); dan responden perempuan mengisi pertanyaan nomor 27 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​5,13 (skala 1–7).

Terkait itu, kebanyakan dari responden yang mengisi skoring tinggi pada pertanyaan nomor 27 ialah mereka yang bekerja di bidang ​e-commerce, arsitektur, dan strategi (termasuk ​social media strategy); serta mereka yang bekerja di dua jenis status kerja. Pertama, pekerja harian dengan perjanjian kerja yang jelas; kedua, mereka yang bekerja dengan status kerja tetap dan​ freelance sekaligus.

Sementara itu, kondisi kerja pada kategori ​Beban Kerja Kualitatif ​yang paling banyak menimbulkan stress bagi para responden, secara spesifik terdapat pada pertanyaan ​nomor 16 (mengenai tugas-tugas di dalam pekerjaan yang tampaknya semakin hari menjadi semakin kompleks) dan nomor 4 (mengenai tuntutan-tuntutan terhadap pekerja tentang mutu pekerjaan yang keterlaluan).

Dalam hal ini, para responden mengisi pertanyaan di nomor 16 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,5 (skala 1–7) dan di nomor 4 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,4 (skala 1–7). Kemudian, responden dengan gender laki-laki mengisi pertanyaan di nomor 16 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,5​ (skala 1–7) dan ​4,4​ (skala 1–7) di nomor 4.

Terkait itu, kebanyakan dari responden yang mengisi skoring tinggi pada pertanyaan nomor 16 ialah mereka yang bekerja di bidang kreatif ​e-commerce dan ilmu informasi dan teknologi; sementara di nomor 4 serta ialah mereka yang bekerja di bidang kreatif ​e-commerce, desain interior, arsitektur dan Desain Komunikasi Visual (DKV).

Tak Punya Kejelasan Karir di Masa Depan

Kemudian, responden yang mengisi skoring tinggi pada pertanyaan nomor 16 ialah mereka yang bekerja di dua jenis status kerja. Pertama, mereka yang bekerja dengan status kerja tetap dan freelance sekaligus. Kedua, pekerja tidak tetap/kontrak dengan perjanjian kerja yang jelas. Sementara itu, responden yang mengisi skoring tinggi pada pertanyaan nomor 4 ialah mereka yang bekerja di dua jenis status kerja. Pertama, pekerja harian dengan perjanjian kerja yang jelas. Kedua, pekerja ​freelance dengan perjanjian kerja yang tidak jelas.

Terakhir, kondisi kerja pada kategori ​Pengembangan Karir yang paling banyak menimbulkan stress bagi para responden, secara spesifik terdapat pada pertanyaan nomor 29 (mengenai karir pekerja yang tidak berkembang). ​Dalam hal ini, para responden mengisi pertanyaan di nomor 29 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,25 ​(skala 1–7); dan responden dengan gender perempuan mengisi pertanyaan di nomor 29 dengan skoring tingkat stress rata-rata sebesar ​4,3 (skala 1–7).

Kebanyakan dari responden yang mengisi skoring tinggi pada pertanyaan nomor 29 ialah mereka yang bekerja di bidang kreatif ​e-commerce, HAM & Advokasi, ilmu, informasi dan teknologi dan Desain Komunikasi Visual (DKV); serta mereka yang bekerja dengan status kerja tetap dan​ freelance sekaligus.

Implementasi Permenaker №5/2018 Belum Maksimal

Di luar instrumen ‘​Survei Faktor Psikologi Kerja’​, kami menanyakan pendapat responden mengenai hubungan antara kondisi kerja dan kesehatan mental pekerja. Hasilnya, sebanyak 98% responden menganggap bahwa terdapat hubungan antara kondisi kerja dan kesehatan mental pekerja, sementara 1% responden menganggap tidak ada hubungan di antara keduanya dan sisa 1% lainnya menyatakan tidak tahu.

Selain itu, kami juga menanyakan responden mengenai keberadaan Permenaker 5/2018. Hasilnya, dari 100 responden, sebanyak 66% menyatakan tahu mengenai keberadaan Permenaker №5/2018 dan 34% menyatakan tidak tahu akan keberadaan Permenaker №5/2018. Artinya, implementasi Permenaker №5/2018 dapat dikatakan belum maksimal mengingat keberadaannya pun belum diketahui oleh keseluruhan responden (pekerja di bidang industri media dan kreatif).

Terakhir, kami juga menanyakan relevansi instrumen ‘​Survei Faktor Psikologi Kerja’ yang terdapat pada Permenaker №5/2018 dengan kondisi kerja para responden di industri media dan industri kreatif. Hasilnya, 65% responden menyatakan bahwa sebagian pertanyaan yang terdapat pada ‘​Survei Faktor Psikologi Kerja’ relevan dengan kondisi kerja para responden; 34% menjawab keseluruhan pertanyaan yang terdapat pada ‘​Survei Faktor Psikologi Kerja’ relevan dengan kondisi kerja para responden; dan 1% responden menegaskan bahwa keseluruhan pertanyaan yang terdapat pada ‘Survei Faktor Psikologi Kerja’ tidak relevan dengan kondisi kerja para responden. []

Divisi Riset dan Edukasi SINDIKASI

SERIKAT PEKERJA MEDIA DAN
INDUSTRI KREATIF UNTUK DEMOKRASI

Samali Ujung No. 20 B, RT.4/RW.9 Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan