Pagi itu, Bandung menyambut kami dengan udara sejuk dari sisa hujan semalam. Suasana menjadi hangat setelah semua saling berkenalan—beberapa di antara kami baru bertemu untuk pertama kali. Kami menarik kursi di ruang pertemuan ke taman. Duduk melingkar sambil mendengar Nura berbagi kisah tentang upaya membangun ruang aman di SINDIKASI, disambung dengan sesi Pecha Kucha yang penuh cerita pengalaman pekerja.

Kembali ke ruangan, kami menyimak materi dari Kak Uli & Kak Agustini. Meskipun keduanya hadir melalui layar Zoom, diskusi tetap terasa hidup. Materi yang dibawakan begitu relevan, menyentuh persoalan nyata yang kerap dihadapi pekerja perempuan dan queer. Diskusi mengalir, dari strategi advokasi gender hingga pengalaman di berbagai sektor, diakhiri dengan refleksi bersama—menyatukan pengalaman menjadi pengetahuan kolektif untuk peta jalan strategi gender SINDIKASI.

Malamnya, kami menggelar pemutaran film Dr. Samsi (1952) karya Ratna Asmara, sutradara perempuan pertama di Indonesia. Kata Efi & Juju dari kelas liarsip, ini adalah peserta nobar “terseru”, bukan hanya dari diskusinya, tapi juga ekspresi dan celetukan yang muncul sepanjang film. Meskipun kami gagal membuat api unggun karena cuaca tidak mendukung, suasana tetap hangat dalam lingkaran obrolan dan tawa.

Hari berikutnya, giliran SOP dan Satgas PPKS yang menjadi fokus. Semua terlibat, saling bertukar gagasan dan mengkritisinya. Tidak hanya membahas, tetapi betul-betul memikirkan kembali—menegaskan bahwa ruang yang lebih aman bukan sekadar wacana, tapi kerja nyata yang harus terus dirawat. Ia harus saling mendengar dan menjadi wadah aktualisasi diri tanpa perlu menghadapi rasa takut.

Terima kasih kepada semua peserta; yang menulis esai, berbagi pengalaman, memberi masukan, dan kontribusi dalam langkah ke depan. Di tengah gelapnya kondisi hari ini, kita nyalakan suar #lawanbersama

Baca prosiding hasil Bootcamp Gender SINDIKASI 2025 di sini 👇